Friday, July 24, 2009

What They Say About Lung Hu Wu Lin

Hari sabtu yang lalu tanggal 18 Februari 2006, saya sudah bisa beli Lung Hu Wu Lin (LWHL) jilid yang ketiga. Saya menemukannya di Gramedia Taman Anggrek. Saya sempat minta tolong petugasnya untuk cariin, karena yang di display oleh Gramedia hanya LHWL yang jilid 2 semua, yang ketiga tidak di display. Tapi waktu saya cek ke komputernya, yang ketiga ternyata ada stok nya hanya saja tidak di display. Akhirnya saya minta tolong petugas nya, jilid ketiga untuk didisplay juga karena kalo ada orang lain yang mau beli, tapi lihat nggak ada di display, nggak jadi beli, khan kasihan jadi loss market.

Pendapat saya pribadi, terus terang aja, baca LWHL itu nggak berasa kalo yang saya baca itu cersil karangan orang lokal karena jalan ceritanya, plotnya, tokoh-tokohnya, fragmentasinya, konflik antar tokoh-tokohnya semuanya oke banget, seperti layaknya baca cersil karangan Chin Yung atau Khu Lung. Ini membuktikan bahwa potensi dan kualitas pengarang kita ( Indonesia ) sudah bagus hanya mungkin kurang berani menerbitkan dan kurang promosi, nah ! Lung Hu Wu Lin inilah yang jadi pioneer untuk penulis-penulis lain agar jangan takut-takut untuk menerbitkan karya-karyanya. Bravo !

Tapi ngomong-ngomong jilid ketiga ini sudah selesai saya baca, saya tunggu yang keempatnya kapan terbit ? Yang cepet ya pak ! Oh ya ! Ending jilid ketiga oke banget ! Ending yang benar-2 tak terduga ! Sekali lagi bravo, jilid keempatnya yang cepet pak !

Boleh usul nggak pak ? Bagaimana kalo LHWL juga diterbitkan dalam bentuk komik bergambar pak ! Seperti Lung Hu Men atau Ode to Gallantry atau yang lain ! Pasti OK punya ( ceritanya udah OK, tinggal cari tukang gambarnya yang jago ! )

Chamilus Ali Santo - 22 Februari 2006

Lung Hu Wu Lin adalah buku silat yang dikarang oleh Chen Wei An, pengarang silat muda asal Indonesia . Boleh dikatakan dia adalah penerus Kho Ping Ho yang buku-bukunya telah banyak dinikmati oleh pecinta silat di Indonesia. Setting ceritanya adalah pada jaman setelah Li Shi Min meninggal dan digantikan oleh anaknya, sampai pada masa Wu Zetian memerintah. Buku ini cukup bagus dan walaupun ada sedikit kesalahan, seperti misalnya pengarang selalu menulis Li Shi Ming dan bukan Li Shi Min seperti yang seharusnya. Juga ada beberapa kesalahan penulisan tahun (yang memang jarang diperhatikan oleh orang yang tidak tertarik pada sejarah). Tetapi pada dasarnya walaupun ada kesalahan-kesalahan kecil spt itu, masih bisa ditoleransi. Ceritanya sendiri adalah tentang seorang pemuda yang bernama Han Chia Sing. Bagaimana keseluruhan ceritanya? Baca saja sendiri karena saya juga baru membaca buku pertama Tetapi yang pasti buku silat karangan orang Indonesia ini patut untuk dihargai karena penulis serius menulis bukunya, terlihat dari cara dia menyampaikan cerita dan isi ceritanya, bahwa dia paling tidak mengadakan riset untuk membuat setting yang akurat dalam ceritanya. Bahasa yang digunakan juga adalah Bahasa Indonesia modern yang mudah dipahami, karena tidak menggunakan kata-kata “aneh” atau “djaman doeloe” seperti biasanya cerita silat yang beredar. Tidak ada lagi kata-kata “mengegos” atau kata-kata lain yang kadang saya sendiri tidak begitu paham artinya. Juga tidak ada kata-kata makian khas silat seperti: “Kentut busuk!” dll. Hal seperti itu menurut saya sangat positif, karena saya ingat waktu saya duduk di bangku sekolah orang tua saya selalu marah kalau saya membaca buku silat, karena bahasa yang dipakai di buku silat seringkali kasar sehingga cerita silat selalu berkesan picisan. Nama-nama yang digunakan di buku ini adalah nama-nama Mandarin dan bukan nama-nama Hokkian. Hanya saja yang digunakan adalah ejaan Wade Gilles dan bukan Pinyin, sehingga orang yang sudah terbiasa dengan Pinyin akan sedikit kesulitan karena belum terbiasa. Adegan pertempuran silat digambarkan cukup apik dan detail. Jurus-jurus yang digunakan juga cukup menarik, dan pengarang memadukan antara ilmu silat karangannya dengan ilmu silat lain yang sudah ada dan terkenal di “dunia persilatan” seperti misalnya ilmu Bi Xie Jian Fa, Yi Jin Jing, dll. Yang pasti, usaha pengarang untuk menulis cerita ini patut diacungi jempol! Semoga dengan terbitnya buku ini makin banyak orang semakin tertarik pada literatur silat.

Andrea Chang 14 Maret 2006

Jalan cerita jilid 1 sampai 3 sih bagus ya secara umum, alias mengalir dengan lugas tanpa berputar-putar. Nggak banyak puisi kaya Kho Ping Ho, nggak banyak bahasa jorok kaya punya Gan KL ya. Cerita mengalir bagus, pemotongan dari satu bagian ke bagian lain lewat pergantian bab juga bagus (bisa bikin penasaran, kok lagi seru-serunya, malah bab berikutnya jadi topik lain, bacanya jadi ngebut karena pingin cari bab dimana nglanjutin yang seru tadi)

Secara umum Lung Hu Wu Lin sudah bagus, mungkin pada saat mau dicetak, editornya harus kerja lebih bagus lagi untuk memperhatikan nama dan cara penulisan kalimat aja (mungkin kalo mau bagus sewa JS Badudu kali ya...). Font juga sdh bagus di buku ketiga, nggak besar kecil lagi kaya jilid sebelumnya. Kesalahan terjadi pada penulisan saja. Saran saya pada saat ada pertempuran mungkin yg disebut cukup nama atau julukan saja (dalam bahasa Indonesia). Karena kadang bingung kalo ada pertempuran yg melibatkan banyak tokoh kadang disebut nama dan julukan sekalian dalam ejaan mandarin. Misal Han Kuo Li disebut aja Han Kuo Li atau si Jenderal Empat Gerbang, nggak usah Han Kuo Li plus julukan mandarinnya biar ringkas. Atau jangan-jangan aku doang yg bingung karena gak bisa mandarin ya...dasar bloon hahaha..

Santoso 9 Mei 2006

salut dan respek berat....

mudah-mudahan sukses selalu, buku anda benar-benar sudah mengobati kerinduan saya terhadap Kho Ping Ho atau pun karya SH Mintarja, mungkin saingan terdekat dari serial buku Lung Hu Wu Lin ini adalah serial Gajah Mada (by Langit Kresna Hariadi), namun secara alur cerita Lung Hu Wu Lin masih diatasnya sekali lagi salut.... *selalusajasayanggasabarnunggubukuandakeluar*

Mega Wirawan 26 September 2006

Saya Chandra Chang sudah membaca kelima jilid Lung Hu Wu Lin, saya kira cerita ini bagus dan mungkin sangat bagus karena sesuai dengan karakter cerita yang saya sukai. Mungkin ada beberapa komentar dari saya antara lain: cerita Lung Hu Wu Lin adalah cerita yang bagus menurut saya karena ada persamaannya dari segi alur cerita dan karakter cerita dengan karya-karya yang dibuat oleh Jin Yung. Saya mengatakan demikina karena saya sangat menyukai semua buku karya Jin Yung. Persamaannya adalah tokoh-tokoh dari cerita ini pasti diberi penjelasan dari mana mereka mendapat ilmu kung fu mereka. Tidak langsung muncul langsung hebat ilmu kung fu nya. Terus, dalam menceritakan alur pertempuran selalu di jelaskan secara detil, tidak langsung gebrak dengan satu dua jurus lawan langsung roboh, seperti cerita-cerita Gu Long. Cerita Lung Hu Wu Lin lebih cocok dengan selera saya yaitu lebih mirip cerita-cerita dari Jin Yong dan Liang Yi Sheng.

Akhir kata saya kembali memohon kepada Chen Wei An untuk kembali membuat suatu cerita lagi yang menceritakan Han Cia Sing sebab masih ada ganjalan dalam hati saya yang mengatakan masih ada yang kurang seru bila akhir cerita seperti ini. Saya juga sedang menunggu cerita baru dari Chen Wei An yang katanya terbit bulan Desember 2006, saya juga menunggu para pendekar lain yang akan mengeluarkan karangan mereka di atas kertas.

Chandra Chang 13 November 2006

Saya mudik ke Indonesia pas tahun baru ini, sekalian belanja buku cersil. Salah satu judul yang sudah lama saya idamkan adalah Lung Hu Wu Lin, tapi sayang, saya cari di empat toko buku di Jakarta, cuma ditemukan jilid 1,2,4, dan 5. Berhubung waktu tidak mengijinkan, saya balik ke US tanpa buku jilid ke 3. Lagi apes kali ya? Atau memang buku ketiga sudah habis?

Saya sudah baca semua (minus jilid 3) dan ternyata tidak mengecewakan. Ceritanya bagus didukung oleh jurus-jurus hebat, tokoh-tokoh dan pertarungan yang mengesankan, gaya tulisan yang enak di baca dengan jalan cerita yang lancar dibantu oleh fakta sejarah akurat membantu cerita untuk lebih believable. Walaupun ada beberapa editing yang lolos, mungkin karena waktu mendesak pas penerbitan, tapi kemampuan anda menulis cerita silat sudah berkualitas profesional. Saya harap Chen Wei An menulis terus, lebih cepat dan lebih banyak dan lebih bagus. Saya sudah ngefan dengan karya anda.
Ada saran dikit, kalau bisa dalam perkelahian tidak usah memerlukan terlalu banyak pukulan untuk merobohkan lawan. Berkesan jurus itu tidak sehebat yang diuraikan. Saya pikir jurus hebat dengan tenaga dalam yang tinggi kalau mendarat telak, tentu sanggup merubuhkan lawan dengan luka cukup berat dalam satu atau dua pukulan. Dulu saya sering nonton film dari Hong Kong, dalam setiap perkelahian tentu banyak pukulan dan tendangan (puluhan atau ratusan) mendarat telak, lawan baru roboh, padahal setiap pukulan bisa menghancurkan batu, jadi gak make sense.

Daniel 16 Februari 2007

No comments:

Post a Comment